Koran Buruh, Jakarta. KAU-GBI, satu tahun lewat pemerintahan Jokowi-JK memberikan kado istimewa "Pahit dan Menyakitkan", kesenjangan (gap) pendapatan antara orang kaya dan miskin makin melebar dibandingkan masa pemerintahan terdahulu (SBY,Megawati,Gus Dur,Habibie), bahkan zaman Soeharto sekalipun. Dan ini dipeparah dengan angka Gini Ratio di Indonesia yang telah berada di angka 0,42, artinya ini sudah memasuki lampu merah.
Kesenjangan saat ini semakin parah, karena, kini yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Bank Dunia melansir angka gini ratio Indonesia yakni 0,42 pada 2015. Ini meningkat dibandingkan 2014 (0,41) dan 2013 (0,39), bagi kaum buruh ini menunjukan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kalangan menengah atas sedangkan menengah kebawah termasuk buruh dan orang miskin makin terpuruk nasibnya.
Ditambah, laporan bank dunia menyebutkan kesenjangan pendapatan makin lebar pada tahun 2002 yang mencatat 10% orang kaya mengkonsumsi 42% hak orang miskin dan tahun ini (2015) 10% orang kaya mengkonsumsi 54% hak orang miskin dan 54% pekerjaan ada di sektor informal dengan upah murah dan tanpa jaminan sosial serta kepastian kerja. Ini berarti 20% orang kaya menikmati sekali benefit dari pertumbuhan ekonomi,dan hal ini diperparah dengan kebijakan upah murah yang diberlakukan oleh Presiden Jokowi melalui PP 78/2015 yang akan makin mempersulit biaya hidup dan menurunkan daya beli buruh serta menurunkan angka konsumsi dikarenakan kenaikan upah kecil seiring melambungnya harga kebutuhan harian seperti Sembako,Gas 3Kg,TDL,BBM,ongkos transportasi dan sewa rumah.
Buruh sangat yakin bila kebijakan upah murah dan pro kapitalis/bisnis melalui paket kebijakan ekonomi tanpa diiringi upah layak untuk meningkatkan daya beli dan perlindungan untuk orang miskin maka bisa dipastikan angka gini ratio diera Jokowi-JK akan terus meningkat.
Sejarah mencatat angka empiris menunjukan revolusi Perancis,Rusia,Amerika Latin,dan Arab (Arab spring) yang menjatuhkan pemerintah adalah ketika angka gini ratio 0,5 dan Indonesia sudah berada di angka 0,42, artinya ini sudah lampu merah.
Buruh berpendapat, untuk mengurangi kesenjangan pendapatan adalah dengan meningkatkan daya beli "Purchasing Power" melalui upah layak bukan upah murah dengan mencabut PP 78/2015 dan memberlakukan upah sektoral industri serta meningkatkan pelayanan dan benefit jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
Tolak upah murah-Cabut PP no 78/2015-Tekan kesenjangan pendapatan(TCT). Kaum buruh akan terus berjuang menekan angka gini ratio ini melalui negosiasi dan aksi-aksi massa di seluruh Indonesia pada 2015/2016. (Janri G)
Terima Kasih
Said Iqbal
Presiden KSPI/Presidium GBI