Koran Buruh, Jakarta | Pro dan kontra diberbagai daerah tentang pepres nomor 20 tahun 2018 yang dikeluarkan presiden jokowi menuai polemik dikalangan oeganisasi buruh di Indonesia. DanIIi dapat bertentangan dengan Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Hal yang bisa digunakan untuk masuk ke Indonesia. Mereka dapat menghasilkan pekerjaan yang sulit dikalangan para tenaga kerja lokal.
Anggota Fraksi IX DPR RI Fraksi PKB Siti Masrifah menjelaskan Presiden Joko Widodo. Perpres Nomor 20 Tahun 2018 ini pada tanggal 26 Maret 2018. Peraturan Pemerintah ini akan berlaku setelah 3 bulan sejak dimundangkan. Jadi untuk sekarang (bulan April ini) belum bisa diberlakukan.
Perpres ini bertujuan untuk mendukung ekonomi dan memperluas kerja, kebutuhan pemerintah untuk perizinan penggunaan tenaga kerja, membuat keputusan PP ini. Tapi kita akan lihat nanti, apa pun setelah diselenggarakan Perpres ini akan cocok dengan harapan pemerintah apa saja. Jelasnya kepada media saat menguasai via WhatsApp, Rabu (11/04).
Bahkan PP No. 20 Tahun 2018 ini telah diunduskan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, pada 29 Maret 2018 lalu, 3 hari setelah di tangan Presiden. Dan akan mulai berlaku pada bulan Juni 2018 nanti baru bisa menjalankan aturan tersebut
"Bukan hanya itu PP 20 ini juga harus lebih disosialisakan lagi kepada publik. Bahkan ada beberapa aturan yang disederhanakan di PP 20 ini. Misal jumlah hari dalam pengurusan izin kerja dan Vitas." Terangnya
Sementara tentang izin kerja masih diperlukan oleh TKA, Yang soal Vitas itu, bahwa permohonan Vitas (Visa Tinggal Sementara) oleh TKA atau Pemberi Kerja TKA dapat digunakan dengan permintaan ITAS (izin tinggal sementara). Pemberian ITAS Berlangsung di Tempat Pemeriksaan Imigrasi yang untuk pertama kali paling lama 2 (dua) tahun dan dapat memisahkan sesuai peraturan terdaftar.
"Aturan yang dulu pengurusan dokumen keimigrasian TKA dilakukan terpisah antara Vitas (Visa Tinggal Terbatas) dan Itas (Izin Tinggal Terbatas)."
Sedang untuk Izin kerja atau IMTA dulu memang terpisah. Tapi sekarang di PP 20/2018 itu RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) yang bisa digunakan sebagai IMTA (Izin Mempekerjakan TKA). Tambahnya
Jika ada PP yang mungkin terjadi bertentangan atau tidak dengan Undang-undang nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan itu adalah wewenang MA untuk membatalkan dan tentu saja untuk itu.
"Beberpa kali pembuatan Pecahan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,"
Dan selama persiapan Perpres tetap memperhatikan biaya tenaga kerja Indonesia, ditambah penggunaan TKA yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri. Paparnya
Maka saya berpendapat bahwa Perpres itu tidak perlu dikhawatirkan oleh para pekerja Indonesia. Selain pemerintah juga
Pemberi Kerja TKA juga Kewajiban memberi nama penggunaan tenaga kerja di Indonesia pada saat hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia.
Tambah lagi ada syarat agar terjadi transfer pengetahuan dalam penggunaan TKA, Pemberi Kerja TKA wajib menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping; Pendidikan dan pelatihan untuk tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, dan memfasilitasi pelatihan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA.
"Jadi yang perlu dikonsolidasikan pada saat ini setelah Perpres dikeluarkan oleh Tenaga Kerja Indonesia dapat bersaing dengan TKA itu. Pemerintah harus dapat memberikan pelatihan dan membangun SDM yang bekerja untuk mendapatkan TKA." Pungkasnya (DR)