Cilegon, Banten. Koranburuh.com - Keputusan Presiden RI Joko Widodo atas larangan mudik di iringi adanya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020, Kepolisian Daerah (Polda) Banten bekerjasama dengan Dirjen Perhubungan Darat dan ASDP telah menyepakati Pelabuhan Merak ditutup untuk penyeberangan orang, mobil pribadi dan angkutan umum selama masa pandemi covid-19.
"Yang boleh melintas untuk menyebrang melalui pelabuhan Merak hanya truk pengangkut sembako, kendaraan logistik dan mobil dinas pengangkut personel" kata Kabid Humas Polda Banten Edy Sumardi dalam keterangannya kepada wartawan.
Edy Sumardi menuturkan sebagai upaya mendukung kebijakan pemerintah, pihak Kepolisian Polda Banten dan jajarannya telah menggelar Operasi Ketupat Kalimaya 2020 pada (24/4/2020) lalu, yang saat ini sudah memasuki hari ke-10 dengan mendirikan Pos pemyekatan dan Pos Check Point sebanyak 15 titik seoanjang jalur arteri
"Tujuannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan mudik dan kepada para pengemudi sekaligus penumpangnya guna memberikan imbauan serta edukatif atas larangan yang telah di putuskan oleh pemerintah" kata Edy Sumardi.
Dalam pelaksanaannya masih saja di dapati sejumlah warga yang memaksakan untuk melangsungkan kegiatan mudik dengan mengakali petugas gabungan dari TNI, Polri, Dishub, Sat Pol PP dan stakeholder terkait. Tujuan mereka agar dapat menyebrang ke pulau Sumatera melalui pelabuhan Merak, Kota Cilegon Banten.
Seperti yang dilakukan Suryono salah satu warga Lampung Timur, nekat menyeberang ke pulau Sumatera dengan cara menaikan mobil pribadinya ke atas sebuah truk pengangkut barang Modus Suryono, Kata Edy Sumardi, terbongkar saat melintasi pos penyekatan dan pos check Point Gerem Kota Cilegon, Minggu (3/5/2020).
"Dilokasi tersebut petugas gabungan yang tengah melakukan penyekatan mencurigai sebuah truk yang membawa bawaan mencurigakan. Menurut pengakuan sopir, truk itu membawa buah nanas untuk ke Lampung. Saat dibuka ternyata sebuah mobil mobil APV Nopol B-1886-TRH, dengan seorang sopir dan seorang penumpang di dalamnya" jelas Edy Sumardi.
Sopir APV yang akan menuju Lampung timur dari Jakarta, ungkap Edy Sumardi, mengaku membayar Rp2 juta kepada sopir truk agar dapat mengangkut kendaraannya dan menyebrang melalui pelabuhan Merak.
"Kini empat orang yang terdiri dari Sopir truk, kenek truk, sopir mobil APV dan seorang penumpang kita amankan untuk dimintai keterangan lebih lanjut" katanya Terakhir Edy Sumardi menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat agar mengurungkan niat mudiknya sekaligus mengajak masyarakat untuk dapat bekerjasama dalam mendukung kebijakan pemerintah tentang larangan mudik.
Hal tersebut bertujuan untuk menjaga keselamatan warga dan keluarga di kampung halaman "Mari sayangi keluarga anda, jangan bawa potensi virus ke kampung halaman dan lebih baik di rumah aja" pungkasnya (Bid Humas). * Adm2*
Jakarta | Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menyatakan terima kasih atas dukungan solidaritas yang terus mengalir untuk Mirah Sumirat, SE, Presiden Serikat Karyawan PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (SK JLJ) yang juga Presiden ASPEK Indonesia, yang telah diperlakukan sewenang-wenang oleh Direksi dan manajemen PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (PT JLJ) anak perusahaan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Demikian disampaikan Sabda Pranawa Djati, SH, Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulisnya (07/01/2020).
Sabda meminta Menteri BUMN untuk mencopot Direksi PT Jasa Marga dan Direksi PT JLJ yang melanggar Undang Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di perusahaan, karena telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa melalui prosedur hukum yang benar, terhadap Mirah Sumirat.
Sabda menyebutkan pelanggaran hukum yang dilakukan secara arogan oleh Direksi PT JLJ, yaitu:
1. UU Ketenagakerjaan Pasal 151 ayat (3);
"Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
2. UU Ketenagakerjaan Pasal 155 ayat (1) dan (2):
"(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum."
"(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya."
PKB PT JLJ & SK JLJ, BAB XII Pasal 80 ayat (2);
"Dalam hal PHK tidak terhindarkan, maka PHK hanya dapat dilakukan berdasarkan putusan pengadilan."
Itulah alasannya kenapa ASPEK Indonesia bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, dan berbagai organisasi serikat pekerja lainnya, perlu menyatakan sikap tegas mendukung perjuangan Mirah Sumirat menuntut pencabutan Keputusan PHK sepihak yang melanggar hukum ketenagakerjaan.
ASPEK Indonesia menduga bahwa Direksi PT Jasa Marga dan Direksi PT JLJ ‘gerah’ dengan sepak terjang Mirah Sumirat selama ini, dalam memperjuangkan hak-hak pekerja di PT JLJ dan di perusahaan jalan tol lainnya.
Tahun 2015, Mirah Sumirat bersama SK JLJ, ASPEK Indonesia dan KSPI secara tegas menolak rencana kebijakan Direksi PT Jasa Marga yang akan membentuk anak perusahaan baru PT Jasa Layanan Operasi (PT JLO) dan menolak pengalihan pekerja PT JLJ yang saat itu seharusnya diangkat menjadi pekerja tetap di PT JLJ ke anak perusahaan baru tersebut. Dasar penolakan Mirah Sumirat saat itu adalah karena adanya Pemberitahuan tertulis yang ditandatangani oleh Direktur SDM dan Umum PT Jasa Marga dengan Direktur Utama PT JLJ tertanggal 13 Juni 2014 perihal pengangkatan sebagai pekerja tetap di PT JLJ dimaksud. Pemberitahuan tertulis tersebut secara arogan diabaikan sendiri oleh Direksi PT Jasa Marga dan PT JLJ. Hasilnya sekitar 2.700 orang ‘terpaksa’ menerima beralih ke PT JLO dan 317 orang yang tetap berjuang, berhasil diangkat menjadi pekerja tetap di PT JLJ.
Terkait pengangkatan 317 orang menjadi pekerja tetap di PT JLJ, sampai saat ini Mirah Sumirat juga masih memperjuangkan agar tidak ada diskriminasi kesejahteraan antara pekerja tetap PT JLJ yang lama dengan 317 pekerja tetap yang baru.
Tahun 2016-2017, Mirah Sumirat bersama ASPEK Indonesia dan KSPI juga melakukan penolakan atas kebijakan Pemerintah yang akan memberlakukan 100% Gardu Tol Otomatis di jalan tol, karena berpotensi terjadinya PHK massal puluhan ribu pekerja di sektor jalan tol. ASPEK Indonesia tidak anti pada teknologi, tapi menuntut Pemerintah, PT Jasa Marga dan PT JLJ untuk tidak menerapkan 100% kebijakannya untuk menghindari PHK massal. Hasilnya saat ini puluhan ribu pekerja di sektor jalan tol telah di-PHK.
Tahun 2019 sampai saat ini, Mirah Sumirat kembali mengkritisi kebijakan dan tata kelola PT JLJ yang tidak memberikan perlindungan kepada pekerja dan melanggar PKB yang berlaku. Perjuangan SK JLJ tersebut kini menjadi tuntutan yang diperjuangkan juga oleh ASPEK Indonesia dan KSPI, yaitu :
1. Menolak ‘program penugasan paksa’ kepada pekerja tetap PT JLJ untuk bekerja di perusahaan lain (PT. Hutama Karya, dll) yang dilakukan oleh manajemen PT JLJ secara perintah lisan dan tanpa adanya surat tugas, tanpa kepastian jangka waktu penugasan dan tanpa jaminan keberlanjutan pekerjaan di PT JLJ.
2. Menolak ‘program pensiun khusus’ yang dilakukan secara sepihak oleh PT JLJ, yang tidak ada dalam PKB, dan tidak pernah dirundingkan atau disepakati bersama serikat pekerja. Program pensiun khusus ini sangat merugikan pekerja. Meminta Direksi PT JLJ tetap memberlakukan pensiun dini sesuai PKB yang berlaku.
3. Menolak adanya perlakuan diskriminasi upah dan hak atas kesejahteraan, terhadap + 300 pekerja tetap, berupa pembayaran bonus, uang makan, uang transport. Seharusnya kesejahteraan pekerja diberikan sesuai PKB yang berlaku.
4. Menolak dugaan tindakan union busting / penghalangan aktivitas berserikat yang dilakukan oleh manajemen PT JLJ, antara lain dalam bentuk PHK sepihak terhadap Mirah Sumirat, dugaan pemaksaan terhadap pekerja untuk mengundurkan diri dari SKJLJ, dan dugaan penghasutan dan ujaran kebencian terhadap SKJLJ.
ASPEK Indonesia bersama KSPI dan berbagai organisasi serikat pekerja, pada hari Kamis, 9 Januari 2020 akan menggelar aksi unjuk rasa solidaritas untuk Mirah Sumirat, di kantor pusat PT JLJ di Jati Asih Bekasi. [Jrw]
FLORESTODAY.COM, Labuan Bajo - Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI) akan menggelar diskusi publik dengan tema "Revisi UU KPK, Perlukah Presiden Menerbitkan Perpu?"Diskusi tersebut akan digelar bersamaan, menyambut HUT IPJI ke 20 dan Hari Sumpah Pemuda di Hotel Grand Cempaka, Senin,(28/10/2019) mendatang.
Jawa Timur | Sidang lanjutan gugatan buruh FSP KEP-KSPI terhadap SK Gubernur Jawa Timur Nomor 188/25/kpts/013/2019 tentang pelaksanaan penangguhan upah minimum tahun 2019 hari ini kembali digelar, di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya kamis (22/08/2019)
Sidang hari ini dengan agenda tambahan alat bukti dan mendengarkan keterangan saksi ahli dari masing-masing pihak penggugat dan pihak tergugat.
Dari pihak penggugat menghadirkan saksi ahli Joko Ismono sedangkan dari pihak tergugat adalah ibu Lany Ramli.
Dalam keteranganya kedua saksi yang dihadirkan sama-sama memaparkan pendapatnya tentang bagaimana mekanisme tata cara permohonan penundaan pelaksanaan penangguhan upah minimum, terkait syarat administratif permohonan pengajuan penundaan pembayaran upah minimum yang harus dipenuhi secara kumulatif dan tidak boleh ada salah satu syarat yang kurang dari perusahaan yang mengajukan permohonan penundaan pembayaran upah minimum, keduanya mengacu pada KEPMEN Nomor 231 tahun 2003 tentang tata cara pelaksanaan penangguhan upah minimum Kabupaten.
Namun ada satu point yang menjadi perdebatan cukup panjang terkait tentang besaran upah penangguhan yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan yang mengajukan penangguhan kepada pekerjanya.
Menurut kesaksian dari ahli yang dihadirkan oleh pihak penggugat Joko Ismono, "besaran upah yang harus dibayarkan sesuai ketentuan KEPMEN Nomor 231 Pasal 5 Ayat 2 (membayar upah minimum lama) adalah minimal membayar upah minimum kabupaten tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur yaitu tahun 2018, namun dari pihak tergugat menyangkal bahwa yang dimaksud membayar upah minimum yang lama tidak bisa dimaknai dengan mempersempit penafsiran yaitu membayar upah minimum tahun lalu, ujarnya
"Memang tidak ada kejelasan dan perspektif yang terang dalam hal besaran upah yang harus dibayarkan pengusaha yang melakukan penangguhan upah pada regulasi dalam hal ini KEPMEN NO 231 tahun 2003, namun tentu pemerintah daerah harus memahami secara utuh bahwa upah minimum kabupaten adalah batas upah terendah upah bagi pekerja dan itu diperuntukkan hanya kepada pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun,"
Buruh berharap melalui kuasa hukumnya bung Effendi yang juga Advokad SPKEP_KSPI Jawa Timur dalam upaya hukumnya ini kedepanya ada kejelasan dalam menentukan upah yang harus diterima pekerja dan juga pemerintah daerah lebih bijak didalam menentukan persetujuan penangguhan upah, sehingga penerapan KEPMEN Nomor 231 tahun 2003 ini memang benar-benar diperuntukan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai upah minimum kabupaten.(alf)