"UU dan regulasi naker (tenaga kerja) kita ini kaku seperti kanebo kering,"
"Jadi bahwa UU No 13 tahun 2003 itu memang sudah banyak bolong-bolong memang iya, karena sudah banyak pasal yang di-judicial review. Kalau nggak salah mungkin sudah 32 kali, kalau nggak keliru. Judicial review," jelas dia.
Itulah kata – kata seorang menteri tenaga kerja Republik Indonesia terkait Undang – undang tenaga kerja no 13 tahun 2003, saat diwawancarai seusai mengikuti rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).
Rapat yang dilaksanakan di Kantor Presiden, Jakarta, itu membahas rencana pemerintah merevisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebuah rencana yang dipicu oleh kekakuan regulasi itu.
Benarkah demikian ?
Undang – undang Ketenagakerjaan yang ditandatangan tanggal 25 Maret 2003, oleh presiden Megawati Soekarno putri, sudah beberapa kali rencanannya akan direvisi, tapi walau ada sudah digiring masuk prolegnas (program legislasi nasional) di DPR RI, namun sampai saat ini belum sempat dibahas karena masih tarik-ulur
Sudah 16 tahun undang - undang Ketenagakerjaan ini menjadi panduan dalam hubungan Industrial di Indonesia, namun dalam kurun waktu itu pula sudah banyak sekali poin demi poin yang dianulir Mahkamah Konstitusi, bahkan UU Naker no 13 tahun 2003 ini, menjadi Undang – undang yang paling banyak di Judisial Review di MK.
Tahun 2019 ini, rencana pemerintah yang akan merevisi UU No 13 tahun 2003, jelas mendapat dukungan dari pengusaha. Jajaran Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) maupun Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyambut positif. Walau suara keberatan dari kalangan serikat buruh semakin menguat.
Gelombang demontrasi penolakan revisi UU Naker no 13 tahun 2003 terus bergulir, hampir tiap hari, belum lagi sikap pemerintah yang berat sebelah yang hanya mendengar masukan dari pihak pengusaha dan seolah melupakan serikat pekerja membuat aksi semakin tak terbendung, hampir semua elemen serikat pekerja turun dalam aksi penolakan ini.
Untuk membuat atau merevisi undang – undang harusnya pemerintah melibatkan semua stack holder termasuk salah satunya serikat pekerja.
Bukankah azas dibuatnya undang – undang itu untuk keadilan, manfaat dan kepastian hukum, namun bila ada undang – undang yang akan direvisi dan hasil revisinya itu menjadi tidak adil, kurang manfaat (khususnya untuk pekerja) dan tidak ada kepastian hukum maka pertanyaannya Revisi Undang – undang 13 tahun 2003 apakah masih perlu ?
(Tons)