Tahun 1945, Jepang hancur. Hiroshima dan Nagasaki dibom Atom Sekutu. Negara ini memulai segalanya dari nol. Tetapi, Jepang beruntung. Negara ini mendapatkan ledakan demografi sesudahnya. Dengan cepat mereka menyiapkan pembangunan bagi kelompok usia produktif itu.
Bonus demografi bisa jadi ancaman serius jika tidak diimbangi dengan penempatan dan persiapan yang baik. Jepang memahami risiko itu, dan ia telah berhasil membuat landasan industrialisasi. Sekarang ia menjadi salah satu negara dengan perekonomian terkuat di dunia.
Indonesia juga baru merangkak pada tahun yang sama, 1945. Bedanya, situasi politik belum stabil. Agresi militer Belanda masih berlangsung hingga akhir 1949. Tahun 1966 terjadi pembunuhan massal. Soeharto merebut kekuasaan Soekarno dengan dalih Super Semar. Indonesia baru benar-benar berbenah di era 80-an.
Kemudian krisis moneter 1998 menghantam negara ini. Keadaan kacau-balau. Kerusuhan terjadi di mana-mana, mengakibatkan luka sosial yang dalam. Banyak usaha gulung tikar. Meskipun ada yang pandai memanfaatkan situasi seperti Chairul Tanjung dan jadi konglomerat.
Belum cukup stabil, terjadi lagi krisis global tahun 2008. Indonesia beruntung, Amerika melalui bank sentralnya mengubah kebijakan moneternya waktu itu. Sehingga mendapat keuntungan investasi dari uang yang lari ke negara berkembang. Dalam kondisi stabil itu pembangunan dimulai lagi. Sayangnya banyak yang dikorupsi.
Hari ini, 2018, Amerika mengambil kebijakan sebaliknya. Suku bunga The Fed dinaikkan berkali-kali. Dolar terbang kembali ke kandangnya. Akibatnya negara-negara berkembang limbung. Di Asia Tenggara, hanya Thailand yang kokoh bertahan. Itu karena neraca berjalan mereka surplus. Sektor pariwisata mereka menyumbang devisa sangat besar.
Dalam kondisi itu, banyak orang pesimis. Ada Capres yang percaya Indonesia bubar pada tahun 2030. Orang-orang ditakut-takuti. Kondisi sekarang disamakan dengan tahun 1998. Padahal perbedaannya sangat jauh sekali.
Baru saja Nomura Holding, perusahaan asal Jepang yang bergerak di bidang finansial, membuat analisis, Indonesia adalah salah satu negara terkuat dalam menghadapi krisis. Nilainya nol, atau sangat kecil sekali dalam penilaian Nomura. Itu artinya, Indonesia mempunyai kemampuan luar biasa soal ketahanan ekonomi.
Nomura ini bukan perusahaan ecek-ecek. Ia mendapatkan peringkat ke-203 dalam daftar Global 2000 Forbes, sebagai perusahan terkuat dunia. Kredibilitasnya tidak diragukan lagi. Analisisnya tajam dan dipercaya.
Indonesia bahkan mengungguli 8 negara berkembang yang kuat menghadapi krisis itu. Mengalahkan Rusia, Filipina dan Brasil. Masa depan Indonesia dipandang lebih cerah. Kenapa Indonesia spesial? Karena potensi bonus demografi.
Problem Rusia ada pada sanksi ekonomi yang diberikan AS, pertumbuhan ekonominya juga rendah. Sedangkan Filipina sedang berjuang mengatasi inflasi dan problem eksternal. Brasil masih berkutat pada pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari ekspektasi (1,1%) dan persoalan politik.
Indonesia memang sempat salah langkah. Namun di era Jokowi, kesalahan itu cepat-cepat diperbaiki. Pembangunan infrastruktur adalah langkah strategis untuk menyiapkan diri menjadi negara maju. Bukan hari ini, tapi tahun 2030, atau paling lambat 2039. Infrastruktur adalah tulang punggung perekonomian. Tanpa bandara yang baik, pelabuhan yang baik, jalan yang baik, mustahil perekonomian bisa maju.
Penulis
Nama : Moh. Rofiq Risandi
Mahasiswa : Universitas Islam Malang
Fakultas : Ilmu Administrasi
Prodi : Administrasi public